Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Berita PilihanPolitik

Tuuk Nilai APBD Sulut 2016 Tidak Pro-Rakyat

×

Tuuk Nilai APBD Sulut 2016 Tidak Pro-Rakyat

Sebarkan artikel ini
Tuuk
Julius Jems Tuuk

SULUT, (manadoterkini.com) – Pembahasan anggaran dan belanja 2016 antara pihak eksekutif dan legislatif hingga kemarin, terus memanas. Pasalnya, kebijakan secara umum anggaran diuraikan pemerintah provinsi menuai kritikan pedas para wakil rakyat.

Seperti diungkapkan salah satu Badan Anggaran (Banggar), Julius Jems Tuuk. Dia menilai Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) 2016 dinilai tak pro rakyat.

Dirinya secara tegas mengemukakan hal itu. Banyak penambahan anggaran yang dinilai tidak masuk akal. “Hari ini kita masih bahas KUA (Kebijakan Umum Anggaran), pengalokasian dana yang disampaikan eksekutif. Menurut saya masih jauh dari yang rakyat butuhkan,” tegasnya.

Tuuk kemudian mencontohkan beberapa hal misalnya masalah organisasin perijinan. Jika dilihat data anggarannya sekitar Rp10 miliar, sekarang naik kurang lebih Rp6 miliar. Kemudian sekretariat daerah naik 42 miliar dari tahun 2015 ke 2016. “Sementara dunia sedang dalam krisis lingkungan akibat kemarau anggaran kehutanan itu hanya naik 6 miliar,” ujarnnya.

Dirinya menjelaskan, dunia secara global dimana pohon dan lingkungan kurang bagus. Gunung-gunung banyak gundul hingga hutan hampir tidak ada, tetapi pengalokasian reboisasi hutan minim. “Ini terlihat spirit untuk melakukan penghijauan daerah-daerah resapan, dari pemerintah itu tidak ada,” paparnya.

Hal yang berikut dikritisinya masalah pendidikan. Anggaran pendidikan yang ditaruh sangatlah sedikit padahal aspek tersebut merupakan prioritas. “Dalam pendidikan teralokasi tujuh puluh dua (72) miliar.Karena amanat pendidikan, amanat undang-undang pendidikan harus dua puluh (20) persen dari APBD,” terangnya.

Menurutnya, ketika anggaran pendidikan tidak 20 persen, jangan heran kalau di Sulut khususnya di kampung- kampung banyak sekali orang yang buta huruf, tidak sekolah atau tidak terus lagi meneruskannya. “Ada cuma tamat SD, SMP, SMA. Kenapa karena ekaekutif tidak memiliki hati mengalokasikan anggaran lebih besar bagi pendidikan,” bebernya. “Atau tidak punya hati mengalokasikan anggaran sesuai undang-undang,” tandasnya. (jef)