Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Minahasa Selatan

Tumbelaka : Jangan Memilih Pemimpin Karena Uang dan Sembako

×

Tumbelaka : Jangan Memilih Pemimpin Karena Uang dan Sembako

Sebarkan artikel ini

AMURANG, (manadoterkini.com)-H-1 jelang pencoblosan, berbagai imbauan dikeluarkan sejumlah elemen masyarakat terkait pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) baik Pilgub Sulut maupun Pilbup Minahasa Selatan (Minsel) yang akan dilaksanakan secara serentak, Rabu (9/12) besok.

Pengamat politik dan pemerintahan Taufiek Tumbelaka mengatakan, tanggal 9 Desember adalah kesempatan bagi masyarakat untuk menggunakan hak demokrasinya untuk memilih pemimpin terbaik, yang akan memimpin Sulut dan juga Kabupaten Minsel selama lima tahun ke depan.

Ia menghimbau, masyarakat menggunakan hak mereka tanpa embel-embel money politic atau pemberian sembako dari calon-calon yang ingin menang dengan menggunakan cara-cara yang tidak terpuji dan melanggar aturan dan hukum.

Menurut dia, ada dua bahaya yang diakibatkan jika masyarakat mengadaikan hak demokrasinya dengan memilih pasangan calon berdasarkan besaran uang dan sembako yang dibayarkan kepada mereka.

“Pertama, masyarakat akan jadi bagian dari perusakan proses Pilkada yang saat ini dibiayai oleh APBD, yang notabene merupakan uang rakyat sendiri. Ingat untuk biaya sosialisasi para calon, ratusan miliar uang rakyat digunakan, yang kedua adalah, jika tertangkap oleh aparat maka pemberi dan penerima akan diproses hukum. Ini yang harus kita antisipasi, jadi waspadai dan hindari,” ujar anak mantan Gubernur Sulut ini.

Seperti diketahui, menjelang H-1 Pilkada serentak, berbagai tawaran money politic untuk mencoblos pasangan calon tertentu mulai beredar. Tarifnya pun lumayan besar, yakni dengan dengan modus paket-paketan untuk tingkat propinsi dan kabupaten. Dimulai dari Rp 250 ribu hingga Rp500 ribu.

“Masyarakat harus jadi bagian mengawasi praktek-praktek seperti ini. Karena logikanya saja, jika pasangan calon sudah mengeluarkan belasan hingga puluhan miliar untuk money politic hingga mendapatkan kekuasaan, bisa dibayangkan apa yang akan terjadi di kemudian hari jika mereka jadi pemimpin,” tandas alumnus Fisipol UGM Yoygakarta ini.(dav)