Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Minahasa TenggaraPolitik

Debat Dengan Kotak Kosong, Max Egetan: Kemunduran Demokrasi

×

Debat Dengan Kotak Kosong, Max Egetan: Kemunduran Demokrasi

Sebarkan artikel ini

debat publikmanadoterkini.com, MANADO – Pelaksanaan Debat Publik I, pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Minahasa Tenggara (Mitra) di Wale Wulan Lumintang, Kelurahan Tosuraya Kecamatan Ratahan, Selasa (6/4/2018) dinilai sebagai kemunduran Demokrasi.

Hal itu disampaikan Akademisi yang juga Pengamat Politik Dr Max Egetan kepada wartawan di Kampus Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Rabu, (7/3/2018).

Seperti diketahui, Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Minahasa Tenggara (Mitra) 2018, yang menghadirkan pasangan calon paslon James Sumendap dan Jocke Legi (JS-Ok) dan diusung 8 partai politik di parlemen.

Dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) merupakan calon tunggal dan hanya berhadapan dengan kotak kosong.

Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sam Ratulangi Manado ini menerangkan bahwa debat itu adalah suatu argumentasi dua arah.

“Tapi yang terjadi yang terjadi disana (Mitra) adalah bukan mekenisme debat sebenarnya. itu cuma penyampaian visi misi seseorang,” kata Egetan kepada wartawan.

Ia juga menilai para panelis masing-masing yang terdiri dari Dr James Massie, Dr Ferry Liando dan Dr Ir Sofhie Wantasen, merupakan pakar dalam ilmu kepemiluan seperti terhanut dalam ajang debat itu.

“Memang bentukan ini sudah diseting semacam program KPU (Komisi Pemilihan Umum). Tapi kontennya atau substansial birokrasi tidak relevan menurut kita. harusnya masyarakat mendengar debat antar dua kandidat. tapi kalau dengan benda mati apakah itu relevansi konteks debat.”

“Para panelis juga yang notabene para pakar seolah-olah menasfirkan ini adalah suatu kekeliruan. Kalau cuma bertanya boleh,” ujar Egetan yang juga pengajar di Pasca Sarjana ini.

Dia menambahkan perlu ada revisi KPU soal Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) terkait calon tunggal.

“Jangan ada lagi debat tunggal. Debat harus dikaji lagi atau ditiadakan atau dihilangkan. Sangat naif sekali karena masyarakat juga akan menilai ini bukan kemajuan malahan kemunduran,” katanya.

Satu sisi, Egetan menambahkan, proses debat yang terjadi baru-baru ini semuanya kembali kepada masyarakat yang menilai dan mengukur kualitas Pilkada di Kabupaten yang berada di Mitra ini.

“Kita menggugat dari sisi demokrasi sebenarnya, demokrasi yang harusnya melihat bahwa debat itu ruang untuk publik untuk mengukur sejauh mana kualitas atau program visi misi yang disampaikan oleh kandidat. Nantinya akan diukur dalam tahun kedepan. Nah sekarang ketika disampaikan itu tidak ada yang menyangga? kemudian tre-tre (lurus-lurus),” kuncinya. (Rizath)