Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Edukasi dan Religi

Theatrical dan Konser Budaya Meriahkan Gebyar Sumpah Pemuda Fakultas Hukum Unsrat

×

Theatrical dan Konser Budaya Meriahkan Gebyar Sumpah Pemuda Fakultas Hukum Unsrat

Sebarkan artikel ini

 

manadomanadoterkini.com,.MANADO – Theatrical dan Konser yang diperankan oleh mahasiswa Fakultas Hukum (FH) Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado memeriahkan Gebyar Sumpah Pemuda FH Unsrat pada Senin (29/10/2018).

Selain pagelaran itu, para mahasiswa juga melakukan doa bersam “Bagi Negeri” dari 5 agama, masing-masing, Kristen Katolik, Islam, Budha, Hindu dan Kristen Protestan dengan tema, Kotaku, Negara dan Bangsaku, Bekernan kepada Tuhan. Pada kegiatan tersebut, sederet pentas seni dipentaskan para Mahasiswa.

Dekan FH Unsrat Dr Flora Kalalo dalam kesempatannya menyampaikan sebuah pidato tentang ‘Rasa Kebangsaan Indonesia’. Menurutnya, belakangan ini rasa kebangsaan akan tanah air, dianggap sudah mulai luntur. Hal ini tak lepas dari derasnya era globalisasi yang mana banyak dari kita menganggap globalisasi sama dengan westemisasi, yaitu lunturnya budaya ketimuran.

“Di era kini, semakin sulit ditemukan anak muda yang mempunyai sopan santun khas budaya Timur, sebagaimana dulu pemah dicontohkan oleh para pendahulu kita. Juga semakin sulit pula kita menemukan para generasi muda yang hafal butir-butir dari sila Pancasila.”

“Jika kita ambil sampel di tempat umum, apakah 100 persen generasi muda kita hafal lagu Indonesia Raya? Coba tanyakan pula siapa pencipta lagu Bagimu Negeri. Tapi coba tanyakan siapa yang menyanyikan lagu I Heart You, maka mereka akan dengan cepat menjawabnya,” katanya.

Meskipun kadar kebangsaan seseorang tidak semata-mata diukur dengan bisa tidaknya ia menyanyikan lagu kebangsaan, atau dengan mengetahui lagu-lagu wajib, namun menurut Dekan FH Unsrat ini menuturkan setidaknya hal tersebut menjadi tolak ukur dan suatu peringatan bagi kita yang mengaku mencintai tanah air kita.

“Berdasarkan uraian tersebut, memang kita menyadari bahwa terjadi penurunan pamahaman dan pengaplikasian akan rasa kebangsaan Indonesia. Namun dengan realita yang demikian, kita tak perlu berkecil hati, karena dengan berbagai upaya lainnya, kita dapat mempertahankan rasa cinta akan bangsa ini, dan tentunya dengan terus menggali potensi yang ada,” tutur Kalalo.

Dia juga menambahkan, belakangan mulai bermunculan aksi-aksi dari masyarakat sebagai bentuk kecintaannya pada bangsa ini. Misalnya saja ketika terjadi kontlik perbatasan dengan negara tetangga. Sebagian masyarakat Indonesia berbondong-bondong menyatakan kesediaannya untuk menjadi sukarelawan ikut berperang bahkan sebagian masyarakat kita ada yang sudah melakukan latihan kemiliteran secara Contoh lainnya yaitu ketika budaya kita yang diklaim oleh bangsa lain. Masyarakat Indonesia melakukan protes keras terhadap tindakan negara tersebut. Juga ketika para TKI yang berada di luar negeri mendapatkan perlakuan buruk. Masyarakat Indonesia dengan keras melakukan aksi protes dan menuntut keadilan untuk saudaranya yang mendapat perlakuan buruk tersebut.

“Selain aksi nyata masyarakat yang saya sebutkan tadi, sebenamya masih banyak upaya-upaya konkrit yang dapat kita lakukan dalam rangka memantapkan rasa cinta kita terhadap tanah air kita. Rasa kebangsaan terlahir dari suatu sejarah yang panjang. Kita sebagai generasi muda penerus bangsa berkewajiban untuk melestarikannya.”

“Pelestarian rasa kebangsaan merupakan salah satu usaha berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Meski wacana yang ada menyatakan bahwa telah terj adi penurunan rasa kebangsaan Indonesia, namun kita harus optimis karena terbukti masih banyak potensi yang dapat dikembangkan guna memelihara rasa kebangsaan agar dapat menjadi pijakan untuk kehidupan berbangsa dan bemegara,” jelas Kalalo.

Dalam peristiwa Sumpah Pemuda ini, diikrarkan Indonesia sebagai negara bangsa, suatu gagasan tentang negara yang didirikan untuk seluruh bangsa berdasarkan kesepakatan bersama dan hubungan kontraktual antara pihak-pihak yang mengadakan kesepakatan itu. Tujuan negara bangsa adalah untuk menghasilkan kemaslahatan bersama, suatu konsep kebaikan yang meliputi seluruh warga negara, tanpa kecuali dan tanpa diskriminasi, tegas Kalalo.

“Indonesia saat ini tidak membutuhkan generasi pemalas, yang mudah terpengaruh dampak negative globalisasi, dan tidak mengindahkan nilai-nilai luhur bangsa. Tetapi Bangsa Indonesia sangat membutuhkan generasi muda yang memiliki jiwa nasionalis, religious, semangat tinggi, dan generasi muda yang berani berpendapat, berani bertindak, dan berani bertanggung jawab,” kata Kalalo.

Dia menambahkan bahwa, Indonesia kini juga dirundung persoalan bangsa, dimana kita sabagai sesama anak bangsa harus saling curiga-mencurigai.

“Bila ada perbedaan sedikit selalu saja menjadi permasalahan. Kenapa semua hal itu terjadi?, Kenapa Kita Harus Saling Mencurigai?, Menurut saya jawabannya tidak perlu tetjadi dan tidak perlu saling mencurigai. Bukankah Bangsa kita memiliki semboyan Bhineka Tunggal Ika, kita berbeda-beda tapi tetap satu juga,”ucapnya menutup pidato. (*/Rizath)