Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Minahasa Selatan

Terkait AKD DPRD Minsel, “Hanya Beda Pandangan, Bukan Perpecahan”

×

Terkait AKD DPRD Minsel, “Hanya Beda Pandangan, Bukan Perpecahan”

Sebarkan artikel ini

Oleh : DR Fanley Pangemanan MSi

(Dosen Fisip Unsrat Manado)

pangemanan

Proses pembentukan AKD seolah sangat menguras energi wakil rakyat Minsel. Baru saja dilepas dari garis start, para atlit berlari dengan tidak mengindahkan lintasan. Lain halnya jika mereka berdiri dalam satu paduan suara, walau suaranya berbeda namun merdu dan padu kedengarannya.

Melihat kemelut pembentukan Alat Kelengkapan Dewan di DPRD Minsel telah mendatangkan beragam tanya. Kepada masyarakat, masing-masing fraksi menyuguhkan varian argumentasi. Dalam konteks ini, kesimpulan sementara saya sebenarnya disana terjadi perbedaan pandangan tapi bukanlah suatu perpecahan.

Lantas, Apa sebenarnya akar dari perbedaan itu? Rumah Rakyat di Teep ditempati oleh 30 orang yang memiliki kesamaan visi namun membawa misi yang berbeda.

Belajar dari aspek teoritis, Misi pembedanya muncul ke permukaan, ketika Fraksi diperhadapkan pada fase esensi politik yakni para wakil rakyat kita berupaya mencari-cari posisi, mendapatkan keinginan dan mempertahankan powernya.

Oleh kalangan tertentu, AKD di Dewan merupakan alat supremasi untuk menunjukkan kepiawaian berkomunikasi politik dan tentu meng-input kepentingan di dalamnya.

Lasimnya faktor Misi politik ini dibawa oleh yang namanya Fraksi itu sendiri. Tapi kadang mereka lupa bahwa agregasi politik yang dipundaknya butuh cara bagaimana tuntutan-tuntutan yang dilancarkan oleh fraksi fraksi yang berbeda, dapat digabungkan menjadi alternative-alternatif sebagi kekuatan di DPRD Minsel sendiri.

Akankah rakyat melihat siapa yang tidak sejalan akan ketinggalan iringan, tapi yang beriringan sudah pasti sejalan. Padahal regulasi sebagai alas pembentuk sudah jelas.

Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD Provinsi, Kabupaten, dan Kota merupakan upaya untuk menguatkan kedudukan DPRD sebagai bagian dari rezim pemerintahan daerah.

PP ini sebenarnya untuk menguatkan DPRD. Meskipun secara umum mungkin tidak terlalu banyak hal yang berbeda antara PP itu sendiri dengan Undang – Undang nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah.

Walau di sisi lain tidak dipungkiri bahwa beberapa pasal dalam PP ini menimbulkan banyak tafsir, sehingga tidak sedikit DPRD datang ke DPR RI dan Kemendagri dengan tujuan berkonsultasi.

Prinsipnya rakyat merindukan wakilnya di dewan mempertontonkan bijak berdemokrasi serta menunjukkan sikap negarawan sebagai Anggota Dewan Terhormat.(*)