Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Berita PilihanHukum dan Kriminal

Kasus “Dego-Dego” Diduga Sengaja Ditahan Direskrimum Polda Sulut, Nancy Howan : Asistensi dan Supervisi ke Mabes Polri Tidak Benar

×

Kasus “Dego-Dego” Diduga Sengaja Ditahan Direskrimum Polda Sulut, Nancy Howan : Asistensi dan Supervisi ke Mabes Polri Tidak Benar

Sebarkan artikel ini
dego dego
Kabag Wasidik AKBP Sefrie Boko saat menyerahkan SP3D ke pelapor Nansi Howan didampingi kuasa hukum Clift Pitoy, SH.

manadoterkini.com, MANADO – Upaya bersih-bersih di tubuh kepolisian yang dilakukan Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo diharapkan sampai ke Polda Sulut. Pasalnya, Laporan Polisi Nomor : STTLP/477.a/X/2020/SULUT/SPKT tanggal 19 Oktober 2020, hingga kini kian tak jelas kepastian hukumnya.

Padahal kasus Dugaan Penyerobotan Tanah di lahan eks RM Dego Dego kawasan Jalan Wakeke, Kelurahan Wenang Utara Lingkungan III Kecamatan Wenang, Kota Manado dengan Terlapor MT alias Meiky, oknum Dirut PDAM Manado, yang juga merupakan owner eks RM Dego Dego, telah berproses selama kurang lebih 3 tahun.

Pelak saja, keresahan Christine Irene Nansi Howan sebagai pelapor semakin menjadi-jadi, menyusul dirinya sudah melayangkan Dumas (Pengaduan Masyarakat) ke Polda Sulut namun sampai sekarang laporannya belum ada juga kepastian hukum.

Dijelaskan Nansi, Gelar perkara khusus pada tanggal 17 November 2022, sebenarnya sudah jelas. Dimana telah menghasilkan 3 kesimpulan dan 6 rekomendasi, diantaranya, telah ditemukan adanya tindak pidana dalam kasus itu, dan merekomendasi agar penyidik melanjutkan kembali penanganan perkara tersebut.

Namun, anehnya oleh pihak Kabag Wassidik Reskrimum Polda Sulut, AKBP DR Sefrie Boko SH.,MH, malah memberikan Surat Pemberitahuan Perkembangan Penanganan (SP3D) yang menyatakan kasus tersebut masih akan diasistensi ke Biro Wassidik Mabes Polri.

“Padahal surat permintaan Asistensi dan Supervisi ke Biro Wassidik Mabes Polri itu sebenarnya tidak ada atau tidak benar. Saya justru mendapat pengakuan dari Kabag Wassidik Reskrimum Polda Sulut, AKBP Sefrie Boko bahwa laporan saya justru ditahan oleh Direktur Reskrimum Polda Sulut, Kombespol Gani.F.Siahaan, S.I.K, MH, dan surat Asistensi itu tak pernah ada,” ucap Pelapor Nancy Howan dengan nada kesal.

Polda Sulut
Ahli hukum pidana, Dr. Michael Barama, SH, MH, usai gelar perkara di Polda Sulut waktu lalu.

Ketidakjelasan proses penanganan kasus tersebut juga mendapat perhatian dari ahli hukum pidana, Dr. Michael Barama, SH, MH, yang pernah dua kali diundang Polda Sulut untuk dimintai pendapatnya dalam penanganan kasus tersebut.

“Saya tahu betul kasus ini, sebab pernah dua kali diundang mengikuti gelar perkara, hingga gelar perkara khusus oleh Polda Sulut untuk dimintai pendapat dalam kapasitas ahli pidana, namun nyatanya perkara itu belum juga tuntas,” kata Dosen Senior Universitas Sam Ratulangi Manado ini.

Menurut Barama, dalam gelar perkara khusus yang dihadirinya pada tanggal 17 November 2022 tersebut, yang juga menghadirkan saksi ahli pertanahan dari BPN, Nency Runturambi, hasilnya sudah jelas.

“Gelar perkara tersebut telah menghasilkan 3 kesimpulan dan 6 rekomendasi, diantaranya, telah ditemukan adanya tindak pidana dalam kasus itu dan merekomendasi agar penyidik melanjutkan kembali penanganan perkara tersebut. Dan seharusnya saat ini sudah SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan). Di situ antara jaksa penuntut umum (JPU) dan penyidik akan saling memberi masukan. Itulah yang dimaksudkan dalam system peradilan untuk mengontrol di dalam satu kesatuan,” tegas lelaki energik ini yang biasa disapa ‘Mneer Barama’.

Untuk itu lanjutnya, penyidik Polda Sulut yang menangani perkara ini diminta saling koordinasi berdasarkan bukti-bukti yang ada tidak hanya menunggu.

“Mereka harus koordinasi apakah bukti-bukti sudah cukup atau tidak. Sebab kalau ini rusak, tidak jalan itu penegakan hukum,” beber Barama.

Dia pun mengingatkan penyidik terkait Peraturan Kapolri No. 6 tahun 2019 tentang tindak pidana agar jangan sampai menghilangkan kepercayaan publik terhadap institusi Polri sebagaimana yang didengung-dengungkan Kapolri Jendral Listyo Sigit Prabowo.

“Integrated criminal justice System itu hal saling mengontrol antara Hakim,  JPU dan penyidik. Ada kesatuan pendapat, harus mulai dari situ untuk system penyidikannya. Apaguna penyidik bilang itu SPDP, penyerahan tahap I, tahap II. Jangan sampai UU-nya bagus tapi pelaksanaannya di lapangan nda bagus,” tegas Barama.

Untuk diketahui, saat ini Christine Irene Nansi Howan sebagai pihak pelapor masih berusaha mencari keadilan dan kepastian hukum atas laporan perkara mereka yang kini masih tertahan di Biro Wasidik Polda Sulut.

(***/malz)