Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Edukasi dan Religi

Sulut Tuan Rumah Pameran Besar Seni Rupa 2016, Dalam Mendorong Munculnya Episentrum yang Menyebar

×

Sulut Tuan Rumah Pameran Besar Seni Rupa 2016, Dalam Mendorong Munculnya Episentrum yang Menyebar

Sebarkan artikel ini

 

seni rupa
Foto bersama Wakil Gubernur Sulut Steven Kandouw, Direktur Kesenian Kementerian Pendidikan dan Kebudayan RI, Endang Caturwati, Kapolda Sulut Wilmar Marpaung dan seniman sulut

manadoterkini.com, SULUT – Setelah sukses di Jambi 2013, Papua 2014, dan NTT 2015, acara tahunan Pameran Besar Seni Rupa (PBSR) ke-4 2016, kali ini digelar di Taman Budaya Sulawesi Utara, Manado sejak tanggal 6 September sampai dengan 9 September 2016.

Perhelatan yang digelar oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, bekerja sama dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) melibatkan seratusan perupa tanah air, yang terpilih mewakili 34 Provinsi seluruh Indonesia, maupun undangan khusus dari kelompok seni dan perguruan tinggi seni.

Mereka memajang karyanya, baik berupa lukisan dengan berbagai medium, grafis, patung, instalasi hingga mural. Masing-masing provinsi dipilih dua perupa dari pendaftar yang ada, oleh tim juri lintas
bidang yakni Pustanto (Direktorat Kesenian Kemdikbud), Rikrik Kusmara (FSRD-ITB Bandung)
dan Yusuf Susilo Hartono (Pelukis/Pemred Majalah Seni Rupa Galeri), dua nama terakhir sebagai kurator.

Sedangkan untuk peserta dari tuan rumah Manado, dengan kuota istimewa (30-an) dipilih oleh kurator lokal Temy Katoppo dan Elias Pangkey dari Unima Manado, yang diputuskan bersama tim juri pusat.

Menurut Pustanto, yang membidani dan mengawal acara ini sejak awal, PBSR 2016 memiliki perbedaan dibanding dengan PBSR tiga kali sebelumnya. Terutama dalam hal rekrutmen peserta yang mewakili provinsi.

“Kali ini kami memilih peserta melalui open call, sehingga mendapatkan wajah-wajah baru. Sementara itu, tiga kali sebelumnya dipilih
dan dikirim oleh Taman Budaya yang tersebar di berbagai daerah, dengan pesertanya sebagian cenderung itu-itu saja,” tutur lulusan seni rupa ISI Yogyakarta ini.

PBSR kali ini mengusung tema besar “ Harmoni dalam Keragaman Budaya” dengan sub
tema “Episentrum Lokal”. Dengan sub tema ini, PBSR 2016 hendak mencermati fenomena
para kreator di berbagai wilayah/provinsi Indonesia, dengan sasaran mendorong berubahnya cara melihat fenomena seni dan kreatif dalam bidang seni rupa secara geopolitik dan administratif dengan yang cenderung melihat posisi pusat dan daerah serta yang utama dan yang pinggiran.

“Berbagai wilayah Indonesia memiliki modal kultural dan modal alam yang unik, aneka
bahan, teknik (dalam tradisi dan yang terbarukan red) untuk dapat menghasilkan karya-karya seni rupa dalam tataran inspiratif bahkan adiluhung. Dan pameran besar ini hendak mendorong munculnya kekuatan dan kualitas baru dalam luasnya geografis Indonesia menjadi episentrum yang tersebar,” tandas Rikrik.

Setelah melihat keseluruhan karya yang ada dalam PBSR kali ini, Rikrik mencoba membandingkannya dengan PBSR 2014 di Papua dan PBSR 2015, yang sama-sama ia kuratori. Hasilnya, karya-karya tahun ini terasa lebih beragam, meskipun belum seideal
yang diharapkan. Dari segi artistik, masih terasa adanya kesenjangan antara karya-karya perupa di Jawa dan luar Jawa, terutama Indonesia timur.(alfa)