Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Berita PilihanPemerintahan

Pemprov Sulut Cegah Masuknya Virus Mematikan Demam Babi

×

Pemprov Sulut Cegah Masuknya Virus Mematikan Demam Babi

Sebarkan artikel ini

babi manadomanadoterkini.com, SULUT – Saat ini Pemerintah Sulut di bawah pimpinan Gubernur Olly Dondokambey SE dan Wakil Drs Steven Kandouw (OD-SK) telah mengambil langkah pencegah penyebaran penyakit African Swine Fever (ASF) atau demam babi.

Bahkan Gubernur Olly Dondokambey telah menginstruksikan seluruh kepala daerah di Sulut untuk mengantisipasi pencegahan ASF.

Dengan menutup pintu bagi masuknya ternak babi dari luar masuk ke Sulut dan melakukan check Point di Tiga Perbatasan.

“Sulut tertutup babi dari luar, termasuk babi hutan. Sulut menutup perbatasan demi masuk babi dari luar ke Sulut. Ini sudah ada instruksi dari pak gubernur,” tegas Wakil Gubernur Sulut Steven Kandouw di Bandara Sam Ratulangi Manado, Selasa (7/3/2023).

Wagub Kandouw menegaskan instruksi tersebut untuk mengantisipasi masuknya penyakit African Swine Fever ke Sulut, hingga telah diberlakukan check Point di Tiga daerah perbatasan di Sulut.

“Sulut sendiri aman. Tapi untuk mengantisipasinya juga sudah mulai sekarang ada check point di Bolmong, Bolmut dan Bolsel,” ungkapnya.

ASF sendiri adalah penyakit viral pada babi yang sangat menular, menimbulkan berbagai perdarahan pada organ internal dan disertai angka kematian yang sangat tinggi.

ASF pertama kali diidentifikasi pada tahun 1921 di Kenya, Afrika Timur. Pada tahun 1957 menyebar ke Portugal dan berbagai negara di Eropa.

Di Asia, virus ASF ditemukan pada babi liar di Iran pada tahun 2010, kemudian di tahun 2018 Tiongkok melaporkan wabah demam babi Afrika di Provinsi Liaoning.

Pada Bulan Februari 2019, Vietnam mengkonfirmasi kasus demam babi afrika. Hal ini menjadikannya negara Asia Tenggara pertama yang terinfeksi penyakit ini.

Secara berturut-turut ASF juga ditemukan di Kamboja, Laos, Filipina,  Myanmar dan Timor Leste. Hingga bulan Desember 2019, tujuh negara di Asia Tenggara telah melaporkan kasus ASF termasuk Indonesia.

Di Indonesia kejadian ASF diumumkan secara resmi melalui Keputusan Menteri Pertanian Nomor 820/KPTS/PK.320/M/12/2019 tentang Pernyataan Wabah Penyakit Demam Babi Afrika (African Swine Fever) pada Beberapa Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara.

sulutBabi peliharaan (domestik) adalah hewan yang paling peka terhadap penyakit ASF. Manifestasi penyakit secara klinis hanya terlihat pada babi domestik, sedangkan pada babi hutan – babi warthogs

(Phacochoerus africanus dan P. aethiopicus), babi semak (Potamochoerus porcus dan P. larvatus), dan babi hutan raksasa (Hylochoerus meinertzhageni tidak menunjukkan tanda klinis saat terinfeksi namun berperan sebagai reservoir virus.

Darah, cairan tubuh dan jaringan babi-babi yang terinfeksi merupakan sumber penularan karena mengandung virus dalam konsentrasi tinggi. Oleh karena itu penularan dapat terjadi secara kontak langsung dengan babi yang sakit.

Penularan juga dapat terjadi melalui peralatan, pakan dan minuman yang tercemar virus.

Selain itu penularan juga dapat terjadi melalui gigitan caplak yang bertindak sebagai vektor biologis virus ASF yaitu caplak lunak dari genus Ornithodoros, seperti O. erraticus dan O. moubata.

Masa inkubasi antara 3 – 15 hari dan penyakit dapat terjadi dalam bentuk perakut, akut, sub akut dan kronis. Babi yang telah sembuh dari infeksi sebenarnya masih tetap terinfeksi walaupun tidak menampakkan gejala klinis atau berstatus terinfeksi secara persisten dan berperan sebagai pembawa virus.

Infeksi yang berkelanjutan ini dapat berlangsung lama bahkan virus masih dapat terisolasi dari beberapa jaringan sampai lebih satu tahun setelah infeksi awal.

Pertengahan tahun 2021 ini Dinas Perkebunan dan Peternakan Provinsi Kalimantan Barat dikejutkan dengan ada nya kematian populasi babi yang cukup tinggi di Kabupaten Kapuas Hulu yang kemudian diketahui penyebab kematian tersebut dikarenakan penyakit ASF, penyebaran penyakit ini melalui air yang ada di sungai yang menghubungkan Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah.

Saat ini Kabupaten Sintang juga sudah terpapar oleh penyakit ini dan Pemerintah Kabupaten Sanggau juga sudah melakukan langkah-langkah antisipatif untuk mencegah penyebaran penyakit ini melalui Surat Edaran dari Bupati Sanggau kepada Camat yang ada di Seluruh Kabupaten Sanggau, selain itu juga Dinas Perkebunan dan Peternakan melakukan pengambilan sampel darah pada ternak babi sebagai Tindakan antisipatif untuk mengetahui ada nya kemungkinan penyakit yang masuk di Kabupaten Sanggau.

Pengambilan Sampel darah ini dilakukan pada tanggal 14 Oktober 2021 di Desa Semanget Dusun Semeng Kecamatan Entikong dengan total sampel darah babi yang diambil adalah sebanyak 101 ekor.

Babi yang telah sembuh dari infeksi sebenarnya masih tetap terinfeksi walaupun tidak menampakkan gejala klinis atau berstatus terinfeksi secara persisten dan berperan sebagai pembawa virus. Infeksi yang berkelanjutan ini dapat berlangsung lama bahkan virus masih dapat terisolasi dari beberapa jaringan sampai lebih satu tahun setelah infeksi awal.

Gejala Klinis Masa inkubasi antara 3 – 15 hari dan penyakit dapat terjadi dalam bentuk perakut, akut, sub akut dan kronis. (*/Rizath)