Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Berita PilihanPolitik

Pemilih di Sulut Terbukti Rasional dalam Memilih Calon Pemimpin

×

Pemilih di Sulut Terbukti Rasional dalam Memilih Calon Pemimpin

Sebarkan artikel ini

manadoterkini.com, SULUT – Pemilih di Sulawesi Utara (Sulut) telah membuktikan diri sebagai pemilih yang rasional dan cerdas dalam memilih calon pemimpin.

Hal itu berdasarkan pengalaman dan fakta empiris, beberapa aspek menunjukkan bahwa pemilih di Sulut memilih dengan pertimbangan yang matang jelas Pengamat Politik dan Pemerintahan Sulawesi Utara, Ferry Daud Liando.

Orang di Sulut memiliki tingkat literasi dan pendidikan di atas rata-rata. Masyarakat di sana memiliki pengetahuan yang memadai, sehingga mereka mampu memahami isu-isu politik dengan baik.

Pemilih di Sulut tidak terpengaruh oleh pandangan primordial seperti ras, agama, atau suku. Mereka lebih memilih berdasarkan pertimbangan yang lebih luas, seperti visi dan misi calon pemimpin.

Pengalaman sebelumnya Provinsi Sulut telah membuktikan diri sebagai pemilih yang cerdas dalam pelaksanaan pemilu sebelumnya. Tingkat pengalaman ini menunjukkan bahwa pemikiran primordialisme tidak berlaku di sana.

“Pemilih di Sulut lebih memilih berdasarkan rasionalisme. Contohnya, warga Tionghoa bisa terpilih tanpa pandang bulu, menunjukkan bahwa pemilih di Sulut memilih berdasarkan kualitas dan kompetensi calon”.

“Pemilih rasional, memilih calon berdasarkan kepentingan yang sama antara pemilih dan calon. Misalnya, komunitas wartawan akan memilih caleg yang menjanjikan gaji tinggi bagi semua wartawan, ” jelas Liando.

Liando, menyatakan bahwa pemilih kritis atau pemilih rasional dipengaruhi oleh tawaran visi dan misi. Calon dengan visi yang rasional dan implementatif akan lebih diminati oleh pemilih.

“Pemilu adalah momen penting bagi bangsa. Semoga pemilih di Sulut terus mempertahankan pemikiran rasional dan memilih pemimpin yang mampu memajukan dan mengembangkan NKRI,” harap Liando.

“Jadi dasar bagi seseorang dalam memilih adalah keyakinannya bahwa jika capres yang dipilihnya akan terpilih jadi presiden maka kebutuhan individu atau kelompok yang memilihnya akan terpenuhi,” sambung Dosen Kepemiluan Fisip Unsrat itu.

Walau demikian, lanjut Liando, populasi dari jenis pemilih ini sangat sedikit di Indonesia. Sebagian besar hanya oleh kalangan intelektual atau aktivis.
Perilaku pemilih di Indonesia sebagian besar masih didominasi oleh pemilih-pemilih pragmatis, sosiologis, apatis dan psikologis.

“Pemilih pragmatis akan ditentukan oleh imbalan yang ia terima. Tanpa imbalan maka ia tidak akan memilih,” ujarnya.

Lebih jauh Liando mengatakan, pemilih sosiologis tidak melihat kapasitas calon tapi melihat pada kesamaan agama, kesamaan etnik atau kesamaan daerah.
Sebab dasar bagi seseorang dalam memilih adalah karena hubungan sosiologis itu.

Lagi pula, pemilih apatis adalah pemilih yang trauma dengan kondisi politik di masa lampau. Ia tidak pernah yakin bahwa siapapun calon yang akan terpilih akan mampu mengubah nasibnya atau nasib bangsanya.
Sehingga dari sifat apatisme nya itu menyebabkan ia tidak akan memilih siapapun.

“Pemilih psikologis adalah pemilih yang cenderung melihat pada kondisi fisik calon. Kapasitas bukan soal, yang penting ganteng dan berwibawa. Jenis pemilih ini besar didominasi oleh pemilih ibu-ibu dan gadis-gadis muda,” pungkasnya.

Sementara wartawan senior di Sulut Irfan Sembeng menambahkan bahwa lolosnya Wacapres Gibran Rakabuming Raka adalah pelanggaran konstitusi.

“Ini menabrak konstitusi NKRI,” pungkas Sembeng.
(*/Rizath)