Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Hukum dan Kriminal

Perkara Hutang Piutang Dipaksakan ke Ranah Korupsi, Kuasa Hukum Jekson Sulangi : Sesuai Aturan Perbankan

×

Perkara Hutang Piutang Dipaksakan ke Ranah Korupsi, Kuasa Hukum Jekson Sulangi : Sesuai Aturan Perbankan

Sebarkan artikel ini

manadoterkini.com, SURABAYA – Perkara kredit macet di Bank Jatim sebesar Rp 7,5 Miliar yang sedang bergulir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya, menetapkan Bram Kusno Harjo, Komisaris PT Semesta Eltrindo Pura (PT SEP) dan Henri Kusno Harjo, Direksi PT SEP sebagai terdakwa.

Kuasa hukum kedua Terdakwa, Jekson Sulangi SH menjelaskan jika kliennya sudah beritikad baik dengan mengembalikan Rp7,5 miliar melalui Kejari Tanjung Perak Surabaya. Selain itu Jeckson juga mengklaim bahwa perkara ini tidak bisa dikatakan korupsi karena ini murni hutang piutang. 

“Untuk pengerjaan PT Wika Karya dan PT SEP sudah clear, sudah elesai semuanya. Baik pekerjaan maupun pembayara selesai,” ujarnya. 

Jekson menambahkan, terkait keterangan dari saksi Melvin dan Suyanto di persidangan bahwa dari Bank Jatim ada penyelesaian kredit yang bermasalah, yang dilakukan sesuai tupoksinya. 

“Mestinya dilakukan pelelangan agunan yang diberikan PT SEP pada Bank Jatim. Tetapi pelelangan hanya dilakukan satu kali saja. Kemudian, kami mempertanyakan kenapa pelelangan hanya dilakukan satu kali. Kan seharusnya melakukan dan melanjutkan pelelangan sampai agunan itu terjual. Hal itu dapat menutupi utang PT SEP pada Bank Jatim. Tetapi tidak dilakukan dengan alasan bahwa mereka masih mencari pembeli,” ucapnya.

Dari keterangan saksi tersebut lanjut Jekson, penyelesaian mekanisme kredit itu seharusnya sesuai aturan perbankan. Dalam perkara ini, ada agunannya yang diatur dalam hal tanggungan. Artinya ketika ada kredit macet, maka bank berwenang melelang agunan yang ada untuk menyelesaikan dari debitur tersebut. 

“Ketika hal itu tidak dilakukan, sebenarnya bukan klien kami yang bersalah. Tetapi, kesalahan dari Bank Jatim sendiri dan merupakan kelalaian. Sebenarnya, ini bukan terkait bukan pidananya, tetapi terkait dengan dalam ranah hukum perdata,” ujar Jekson didampingi advocat Denny Rompas SH.

“Selain agunan itu lanjut dia, ada cover asuransi yang 70 persen itu dari plafon kredit Rp 20 miliar. Jadi, sudah penegasan tadi. Adanya premi dari debitur itu menjadi kewajiban asuransi itu untuk mengkover itu, bukan sebagai syarat,” lanjutnya. 

Terkait adanya perintah dari Hakim Ketua Sudareanto SH MH agar aset-aset milik terdakwa segera dilelang, agar bisa menutupi kerugian dari Bank Jatim. Jackson mengatakan, pada tahun 2019 saja, nilai dari dua aset sudah mencapai Rp sudah Rp 7,8 miliar. “Nah, kalau dilelang tahun ini pasti lebih tinggi lagi,” ujarnya. 

Ditambahkan Jackson SH sempat menanyakan pada saksi dari Bank Jatim, kenapa lelang tidak dilanjutkan, alasannya karena masih mencari pembeli. Aset ada di Jl Jemur Andayani dan tanah di Gresik.

“Klien kami menawarkan kalau agunan di Bank Jatim tidak mencukupi, ditawarkan ada agunan lagi yang ditawarkan dan  kemudian dilelang. Itu bentuk etikad baik dari klien kami untuk selesaikan hutangnya. Kenapa Bank Jatim tidak melakukan kewenangannya untuk melelang, sebab itu menjadi tugas dia,” katanya.

Sementara dalam sidang, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendatangkan empat saksi. Mereka adalah, Melvin (Bagian Penyelesaikan Kredit Bank Jatim), Suyanto (Bank Jatim), Andi SUyanto (Keuangan PT Wika Karya), dan Samsu Hariyadi (Manager PT Wika Karya).

Ketika JPU bertanya pada saksi Melvin, apakah terdakwa PT SEP ketika dipanggil menghadap Bank Jatim masih kooperatif ?

“Terdakwa masih kooperatif ketika dipanggil Bank Jatim, Tetapi belum melunasi hutangnya dan kreditnya macet,” jawab saksi di ruang Candra Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Juanda Surabaya. 

Saksi Suyanto juga menerangkan bahwa  agunan rumah dan tanah dari terdakwa di Gresik sudah memenuhi persyaratan dan apabila tidak mencukupi 20 persen, akan dicover asuransi hingga 70 persen. Ini dihitung dari plafon kreditnya. 

Saksi menambahkan kredit yang diajukan Terdakwa menuai kemacetan pada tahun 2015. Pada waktu itu, saksi juga melakukan kunjungan proyek Terdakwa di Kangian. 

Sementara itu, saksi Samsu Hariyadi (PT Wika Karya) mengatakan, pihaknya mengeluarkan pernyataan dari PT Wika bahwa kontrak itu ada untuk pengadaan panel. Waktu itu yang datang adalah Henri Sembiring dari Bank Jatim dan terdakwa Bram dari PT SEP.

Saksi juga menegaskan bahwa pekerjaan PT Wika  yang dikerjakan oleh PT SEP sudah selesai dan ada serah terimanya. (*/ald)

Perkara Hutang Piutang Dipaksakan ke Ranah Korupsi, Kuasa Hukum Jekson Sulangi : Sesuai Aturan Perbankan

manadoterkini.com, SURABAYA – Perkara kredit macet di Bank Jatim sebesar Rp 7,5 Miliar yang sedang bergulir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya, menetapkan Bram Kusno Harjo, Komisaris PT Semesta Eltrindo Pura (PT SEP) dan Henri Kusno Harjo, Direksi PT SEP sebagai terdakwa.

Kuasa hukum kedua Terdakwa, Jekson Sulangi SH menjelaskan jika kliennya sudah beritikad baik dengan mengembalikan Rp7,5 miliar melalui Kejari Tanjung Perak Surabaya. Selain itu Jeckson juga mengklaim bahwa perkara ini tidak bisa dikatakan korupsi karena ini murni hutang piutang.

“Untuk pengerjaan PT Wika Karya dan PT SEP sudah clear, sudah elesai semuanya. Baik pekerjaan maupun pembayara selesai,” ujarnya.

Jekson menambahkan, terkait keterangan dari saksi Melvin dan Suyanto di persidangan bahwa dari Bank Jatim ada penyelesaian kredit yang bermasalah, yang dilakukan sesuai tupoksinya.

“Mestinya dilakukan pelelangan agunan yang diberikan PT SEP pada Bank Jatim. Tetapi pelelangan hanya dilakukan satu kali saja. Kemudian, kami mempertanyakan kenapa pelelangan hanya dilakukan satu kali. Kan seharusnya melakukan dan melanjutkan pelelangan sampai agunan itu terjual. Hal itu dapat menutupi utang PT SEP pada Bank Jatim. Tetapi tidak dilakukan dengan alasan bahwa mereka masih mencari pembeli,” ucapnya.

Dari keterangan saksi tersebut lanjut Jekson, penyelesaian mekanisme kredit itu seharusnya sesuai aturan perbankan. Dalam perkara ini, ada agunannya yang diatur dalam hal tanggungan. Artinya ketika ada kredit macet, maka bank berwenang melelang agunan yang ada untuk menyelesaikan dari debitur tersebut.

“Ketika hal itu tidak dilakukan, sebenarnya bukan klien kami yang bersalah. Tetapi, kesalahan dari Bank Jatim sendiri dan merupakan kelalaian. Sebenarnya, ini bukan terkait bukan pidananya, tetapi terkait dengan dalam ranah hukum perdata,” ujar Jekson.

“Selain agunan itu lanjut dia, ada cover asuransi yang 70 persen itu dari plafon kredit Rp 20 miliar. Jadi, sudah penegasan tadi. Adanya premi dari debitur itu menjadi kewajiban asuransi itu untuk mengkover itu, bukan sebagai syarat,” lanjutnya.

Terkait adanya perintah dari Hakim Ketua Sudareanto SH MH agar aset-aset milik terdakwa segera dilelang, agar bisa menutupi kerugian dari Bank Jatim. Jackson mengatakan, pada tahun 2019 saja, nilai dari dua aset sudah mencapai Rp sudah Rp 7,8 miliar. “Nah, kalau dilelang tahun ini pasti lebih tinggi lagi,” ujarnya.

Ditambahkan Jackson SH sempat menanyakan pada saksi dari Bank Jatim, kenapa lelang tidak dilanjutkan, alasannya karena masih mencari pembeli. Aset ada di Jl Jemur Andayani dan tanah di Gresik.

“Klien kami menawarkan kalau agunan di Bank Jatim tidak mencukupi, ditawarkan ada agunan lagi yang ditawarkan dan  kemudian dilelang. Itu bentuk etikad baik dari klien kami untuk selesaikan hutangnya. Kenapa Bank Jatim tidak melakukan kewenangannya untuk melelang, sebab itu menjadi tugas dia,” katanya.

Sementara dalam sidang, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendatangkan empat saksi. Mereka adalah, Melvin (Bagian Penyelesaikan Kredit Bank Jatim), Suyanto (Bank Jatim), Andi SUyanto (Keuangan PT Wika Karya), dan Samsu Hariyadi (Manager PT Wika Karya).

Ketika JPU bertanya pada saksi Melvin, apakah terdakwa PT SEP ketika dipanggil menghadap Bank Jatim masih kooperatif ?

“Terdakwa masih kooperatif ketika dipanggil Bank Jatim, Tetapi belum melunasi hutangnya dan kreditnya macet,” jawab saksi di ruang Candra Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Juanda Surabaya.

Saksi Suyanto juga menerangkan bahwa  agunan rumah dan tanah dari terdakwa di Gresik sudah memenuhi persyaratan dan apabila tidak mencukupi 20 persen, akan dicover asuransi hingga 70 persen. Ini dihitung dari plafon kreditnya.

Saksi menambahkan kredit yang diajukan Terdakwa menuai kemacetan pada tahun 2015. Pada waktu itu, saksi juga melakukan kunjungan proyek Terdakwa di Kangian.

Sementara itu, saksi Samsu Hariyadi (PT Wika Karya) mengatakan, pihaknya mengeluarkan pernyataan dari PT Wika bahwa kontrak itu ada untuk pengadaan panel. Waktu itu yang datang adalah Henri Sembiring dari Bank Jatim dan terdakwa Bram dari PT SEP.

Saksi juga menegaskan bahwa pekerjaan PT Wika  yang dikerjakan oleh PT SEP sudah selesai dan ada serah terimanya. (*/ald)